Flipped Classroom: Bukan Sekadar Video Pembelajaran
Blended & Flipped Learning: Case Studies in Malaysian HEIs edited by: Mohamed Amin Embi. Pusat Pengajaran & Teknologi Pembelajaran. Universiti Kebangsaan Malaysia
Flipped Classroom atau Flipped Learning merupakan model pembelajaran yang mulai banyak digunakan, karena telah terbukti meningkatkan performa serta pemahaman siswa dalam berbagai penelitian. Dalam sebuah surveionline yang dilakukan oleh Flipped Learning Network, 66% guru menyatakan bahwa nilai ujian siswa mereka meningkat, 80% menyatakan bahwa perilaku siswa terhadap pembelajaran ikut meningkat, dan 9 dari 10 mengalami peningkatan kepuasan kerja. Survei lain yang dilakukan oleh Tom Driscoll dari Columbia University (2012) menunjukkan kepuasan serupa dari kacamata siswa—80% siswa merasa terlibat dalam interaksi yang lebih konstan dan positif dengan guru dan teman sekelas mereka.
Namun, agar dapat berjalan dengan efektif, penerapan Flipped Classroom memberikan lebih dari sekadar video pembelajaran yang menarik atau diskusi dalam tiap pertemuan di kelas. “A Review of Flipped Learning”—sebuah review tentang model pembelajaran Flipped Classroom yang dikembangkan dan ditulis oleh Flipped Learning Network, George Mason University, dan Pearson’s Center for Educator Effectiveness—menjelaskan empat elemen utama yang harus ada agar model pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan efektif. Keempat elemen tersebut yaitu:
Selain ketersediaan empat elemen tersebut, masih ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum menerapkan Flipped Classroom, antara lain:
Namun, agar dapat berjalan dengan efektif, penerapan Flipped Classroom memberikan lebih dari sekadar video pembelajaran yang menarik atau diskusi dalam tiap pertemuan di kelas. “A Review of Flipped Learning”—sebuah review tentang model pembelajaran Flipped Classroom yang dikembangkan dan ditulis oleh Flipped Learning Network, George Mason University, dan Pearson’s Center for Educator Effectiveness—menjelaskan empat elemen utama yang harus ada agar model pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan efektif. Keempat elemen tersebut yaitu:
- lingkungan yang fleksibel, baik dari segi jadwal atau timeline maupun suasana kelas;
- perubahan budaya pembelajaran, di mana pembelajaran berpusat pada siswa, sementara guru bukan lagi sumber utama informasi melainkan pembimbing dan pemberi saran;
- konten yang terencana, agar sesi belajar di kelas dapat berjalan maksimal dan siswa memperoleh pemahaman yang utuh;
- pengajar profesional, yang dapat menentukan kapan sebaiknya instruksi kelompok atau individual, kapan sesi tatap muka lebih dibutuhkan, dan sejauh mana suasana “kacau” di kelas dapat atau perlu dibiarkan.
Selain ketersediaan empat elemen tersebut, masih ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum menerapkan Flipped Classroom, antara lain:
- Guru harus mampu memfasilitasi pembelajaran, bukan hanya menyampaikan isi materi. (Sager dalam Hamdan, McKnight, & Arfstrom, 2013).
- Video pembelajaran harus dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berbagai aspek. Maka, penting bagi guru untuk terus meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan (Sager dalam Hamdan, McKnight, & Arfstrom, 2013).
- Hal terkait pembuatan video juga disampaikan oleh Chatzopoulos dalam artikelnya “4 Things To Consider Before You Flip Your Classroom”—guru sebaiknya memikirkan beberapa hal sebelum membuat video pembelajaran, yakni apakah video tersebut cukup menarik, berapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk merekam, dan memilih format video serta program yang tepat.
- Masih menurut Chatzopoulos, siswa memiliki kemampuan beradaptasi yang berbeda-beda terhadap sebuah model pembelajaran.
- Tidak semua siswa memiliki fasilitas internet di rumah atau dapat mengakses internet dengan cepat dan mudah.
- Flipped Classroom belum tentu dapat berjalan dengan optimal di semua tingkat pendidikan dan mata pelajaran.